Identifikasi Daya Matematika secara filsafat
Daya matematika adalah power of mathematic, dan memiliki mathematichal power. Perbedaan filsafat dan daya matematika diibaratkan jika filsafat dari hulu ke hilir sedangkan daya matematika dapat dibuat telaah ke atas. Daya matematis menurut NCTM terdiri dari kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi, kemampuan penalaran dan representasi matematis. Sedangkan dalam NAEP Mathematics mendefiniikan daya matematis sebagai kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, dan kemampuan penalaran. Daya matematis menurut Sumarmo Utari yaitu meliputi kemampuan menggali, menyusun konjengtur, dan menalar secara logik, menyelesaikan soal yang tidak rutin, berkomunikasi secara matematis, dan mengaitkan ide matematis dengan kegiatan intektual lainnya.
Daya matematika menurut Prof Dr Marsigit secara filsafat dapat dijelaskan melalui tiga pendekatan yaitu secara ontologi, epistemologi dan aksiologi. Daya matematika secara ontologis meliputi makna, hakikat, dan subtansial. Daya meliputi makna termasuk pengertian material, formal, normatif dan spiritual. Secara material, daya merupakan istilah yang digunakan sehari-hari, contohnya daya listrik, daya upaya, daya dorong dan lain-lain. Secara formal, daya merupakan istilah yang digunakan di dalam dokumen/buku/silabus/keputusan. Secara normatif, daya merupakan suatu keilmuan yang merupakan sebuah filsafat.secara teori dibagi menjadi dua yaitu teori yang dihasilkan dari sebuah teori dan teori yang dihasilkan dari sebuah riset. Dalam filsafat teori atau keilmuan mengalir pada pemikiran-pemikiran para filsuf. Filsafat berposisi lebih tinggi daripada daya matematika, daya matematika merupakan hasil dari sebuah filsafat. Daya matematika lahir karena adanya kegiatan filsafat.
Secara epistemologis daya matematika adalah sumber pengetahuan. Immanuel Kant yang merupakan ahli filsafat tidak tidak mengenal apa itu daya matematika. Istilah adaya matematika muncul atas dasar latar belakang keilmun matematika. Daya matematika sama halnya dengan mathematical thingking. Dari sisi aksiologi terbagi menjadi Etik yang berkaitan dengan benar dan salah dan Estetika yang berkaitan dengan baik dan buruk. Ditinjau dari sisi aksiologi, matematika berada di tengah-tengah antara etim dan estetika. Sikap matematika muncul ketika seseorang telah mengerjakan suatu permasalahan matematika. Aksiologi muncul dari pengarang buku atau peneliti yang telah melakukan penelitian sehingga adanya etik dan estetika tersebut berdasarkan pada apa yang telah diteliti.
Ahli filsafat Immanuel Kant mengemukakan bahwa ilmu matematika merupakan contoh yang paling cemerlang tentang bagaimana akal murni berhasil bisa memperoleh kesuksesannya dengan bantuan pengalaman. Selanjutnya, Kant, dalam Marsigit, berpendapat bahwa intuisi matematika murni yang meletakkan pada dasar dari semua kognisi dan penilaian yang muncul sekaligus apodiktis dan diperlukanadalah Ruang dan Waktu, karena matematika harus terlebih dahulu memiliki semua konsep alam intuisi, dan matematika murni intuisi murni, maka, matematika harus membangun mereka. Menurut Kant, Geometri didasarkan pada intuisi murni ruang, dan, aritmatika menyelesaikan konsep angka dengan penambahan berurutan dari unit dalam waktu; dan mekanik murni terutama tidak dapat mencapai konsep gerak tanpa menggunakan representasi waktu. Kant menyimpulkan bahwa matematika murni, sebagai kognisi kimis apriori, hanya mungkin dengan mengacu ada benda selain yang indra, di mana, di dasar intuisi empiris mereka terletak sebuah intuisi murni (ruang dan waktu) yang apriori. Kant menggambarkan bahwa dalam prosedur biasa dan perlu geometers, semua bukti kesesuaian lengkap dari dua angka yang diberikan akhirnya datang ini bahwa mereka mungkin dibuat bertepatan; yang ternyata tidak lain proposisi kimis beristirahat pada intuisi langsung, dan intuisi ini harus murni, atau diberikan secara apriori, jika proposisi tidak dapat peringkat sebagai apodictically tertentu, tetapi akan memiliki kepastian empiris saja. Kant selanjutnya menyimpulkan bahwa dasar matematika sebenarnya intuisi murni, sedangkan deduksi transendental tentang konsep- konsep ruang dan waktu menjelaskan, pada saat yang sama, kemungkinan matematika murni. Dapat disimpulkan bahwa daya matematika muncul karena adanya matematika, daya matematika bersumber dari akal murni melalui pengalaman. Daya matematika membutuhkan konsep intuisi dan juga membutuhkan ruang dan waktu. Daya matematika merupakan kemampuan dalam memecahkan masalah- masalah matematika atau masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Identifikasi Daya Matematika secara psikologis
Pembelajaran matematika disekolah hendaknya memperhatikan aspek psikologis dari peserta didik. Proses pembelajaran matematika harus sesuai dengan tahap-tahap perkembangan siswa. Hal ini bertujuan agar kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dapat maksimal.
Psikologi pendidikan merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, karena prinsip yang terkandung dalam psikologi pendidikan dapat dijadikan landasan berfikir dan bertindak dalam mengelola proses belajar-mengajar, yang merupakan unsur utama dalam pelaksanaan setiap system pendidikan (Risnawati & Amir, 2015)
Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat mengkonstruksi pengetahuan yang baru.
Beberapa teori psikologi digunakan sebagai acuan dalam proses pembelajaran matematika, diantaranya adalah teori Jean Piaget.
Piaget mengenalkan teori schemata. Skemata adalah struktur kognitif berupa ide, konsep, prinsip, dan gagasan. Skema berkembang secara terus menerus yang dipengaruhi oleh tiga proses yaitu:
1. Asimilasi
Asimilasi adalah proses pengintegrasian konsep atau pengalaman baru kedalam struktur kognitif yang telah ada dalam pikiran.
2. Akomodasi
Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru sehingga struktur mental baru terbentuk atau termodivikasi.
3. Equilibrasi
Ekuilibrasi
adalah proses yang terjadi pada seseorang untuk
mempertahankan proses-proses pikiran yang seimbang
yang melibatkan asimilasi dan akomodasi.
Menurut Piaget setiap individu melewati empat tahap
perkembangan kognitif secara berurutan yaitu
1. tahap sensorimotor (0-2tahun)
2. tahap Pra-operasional (2-7 tahun)
Anak pada tahap pra-operasional mulai dapat membilang dengan menggunakan benda-bendakonkret dan dapat mengelompokkan benda-benda berdasarkan satu sifatkhusus yang sederhana.
3. tahap operasional-konkret (7-11 tahun)
Tahap operasional-konkret adalah tahap perkembangan anak Sekolah Dasar (SD), yang umumnya memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkret, memahami konsep kekekalan, kemampuan mengaklasifikasi benda-benda dan mengurutkan objek, mampu melihat sudut pandang orang lain, dapat menyelesaikan soal-soal seperti + 3 = 9, dapat menggunakan tambang panjang 3, 4, dan 5m dan bilangan pytagoras lainnya untuk membuat segitiga siku-siku, dapat memanipulasi benda, dan dapat memberikan alasan deduktif dan induktif.
4. tahap operasional formal (11-dewasa).
Anak pada tahap operasi formal sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak, dapat merumuskan dalil/ teori (misalnya dalil pythagoras), dapat memandang definisi, aturan, dan dalil dalam konteks yang benar dan objektif, dapat berpikir deduktif dan induktif, anak dewasa mampu mengerti konteks kompleks seperti permutasi, kombinasi, perbandingan, korelasi dan probabilitas, dan dapat mengerti besar tak hingga dan kecil tak hingga.
Kemudian teori psikologi menurut Jerome S. Bruner, menurutnya anak dalam proses belajarnya melalui 3 tahap yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik.
1. Tahap enaktif,
Pada tahap enaktif
anak secara langsung terlibat dalam
memanipulasi (mengotak-atik) objek.
2. Tahap ikonik,
Pada tahap ikonik kegiatan yang dilakukan merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3. Tahap simbolik,
Pada
tahap simbolik anak sudah mampu
menggunakan notasi tanpa tergantung lagi terhadap objek nyata.
Jika mengacu pada teori Jeans Piaget anak usia sekolah berada pada tahap operasional konkret dan operasional formal. Oleh karena itu proses pembelajaran matematika harus disesuaikan dengan tahap perkembangan tersebut sehingga siswa dapat memaksimalkan daya matematikanya. Pertimbngan psikologis ini juga memandang kesiapan emosi siswa dan diharapkan menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalama belajar matematika sehingga memiliki daya matematika untuk menghadapi dunia luar seperti memecahkan masalah, bekerjasama, dan berkomunikasi.
Referensi
Ahmad, Zamroni.(2016).Daya Matematis. https://duniamatematika15.wordpress.com/2016 /10/03/daya-matematis-mathematical-power/. diakses pada Minggu, 20 Februari 2022 pukul 19.00
Marsigit.(). Sejarah dan Filsafat Matematika. Yogyakarta: Fakultas Pascasarjana UNY
Pondriyanti, Jesicca. 2020. Daya matematika dalam Pendekatan Filsafat. https://dayamatematika-jesicapmarsigit2020.blogspot.com/2020/02/refleksi-iii.html. diakses pada 20 Februari 2022 Pukul 20.15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar